Peranan Orangtua Dalam Mencegah Stunting Pada Anak



Anda dan pasangan memiliki anak berusia di bawah tiga tahun? Jika ya, jangan abaikan rutinitas mengukur tinggi dan berat badan si bayi sebagai indikator tumbuh kembang balita. Dengan membandingkan berat dan tinggi badan bayi dengan standar World Health Organization (WHO), Anda bisa mendeteksi apakah si buyung kekurangan gizi atau tidak.

Perkembangan tinggi anak umumnya menjadi tolak ukur gangguan pertumbuhan ini. Orangtua dapat memantau dengan membawa anak ke dokter dan memeriksakan tinggi badannya, apakah sudah sesuai standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia.

Periksalah pertumbuhan anak setiap bulan saat usianya masih di bawah 1 tahun dan setiap 3 bulan jika usianya telah memasuki 1-3 tahun.

Kekurangan gizi ini bisa menjadikan pertumbuhan anak, baik fisik maupun otak, mengalami kemandekan. WHO mendefinisikan kegagalan pertumbuhan anak akibat gizi buruk, terkena infeksi berulang kali, dan kekurangan stimulasi psikososial sebagai stunting.

Yang patut kita waspadai adalah, angka anak-anak yang tergolong dalam kriteria stunting di Indonesia terbilang tinggi. Kenyataan ini tercermin dari hasil berbagai riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemkes). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kemkes tahun 2018 mengungkap persentase anak-anak yang terbilang stunting di Indonesia mencapai 30,8%.

Pemantauan Status Gizi (PSG) yang digelar Kemkes di tahun 2017 menunjukkan hasil yang tak jauh berbeda. Kegiatan itu mengungkap persentase anak bawah lima tahun (balita) yang mengalami stunting sebesar 29,6%. Kedua persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar persentase stunting yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 20%.

Upaya keras pemerintah dalam mengurangi kasus stunting di Indonesia pun juga perlu didukung oleh peranan orangtua agar dapat berhasil mengatasi masalah kesehatan tersebut. Karena itu, ketahui cara mencegah stunting yang bisa dilakukan oleh ibu sejak masih dalam masa kehamilan dan seterusnya.

Apa Itu Stunting?

Bagi yang belum familiar dengan kondisi ini, stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang menyebabkan anak memiliki postur tubuh pendek, jauh dari rata-rata anak lain di usia sepantaran. Tanda-tanda stunting biasanya baru akan terlihat saat anak berusia dua tahun. Stunting mulai terjadi ketika janin masih dalam kandungan, disebabkan oleh asupan makanan ibu selama kehamilan yang kurang bergizi. Akibatnya, gizi yang didapat anak dalam kandungan tidak mencukupi. Kekurangan gizi akan menghambat pertumbuhan bayi dan bisa terus berlanjut setelah kelahiran.

Di samping itu, stunting bisa terjadi akibat asupan gizi saat anak masih di bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu karena tidak diberikan ASI eksklusif atau MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung zat gizi yang berkualitas, termasuk zink, zat besi, serta protein.

Bahaya stunting

1. Kerusakan sel otak

Tidak cuma para orangtua, kita semua patut mencemaskan angka stunting yang tinggi di negeri ini. Mengapa? Pertama-tama karena dampak stunting pada anak bukan hanya tampak pada pertumbuhan anak secara fisik, tetapi juga otak anak. Nah, jika pertumbuhan anak secara fisik masih bisa dikejar, tidak demikian halnya dengan pertumbuhan otak. Bahkan, anak yang mengalami stunting memiliki risiko mengalami kerusakan sel otak.

2. Kemampuan kognitif terbatas

Akibat pertumbuhan otak yang terganggu, anak-anak yang mengalami stunting akan mengalami kesulitan belajar karena kemampuan kognitifnya terbatas. Dampak pertumbuhan otak yang terhambat ini akan berlanjut ke usia produktif. Di masa dewasanya, anak-anak stunting memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan rekan-rekan sebayanya.

Dampak lain dari stunting yang tak kalah merugikan adalah menurunkan sistim imunitas tubuh. Anak-anak stunting lebih rentan terjangkit berbagai infeksi. Sedemikian rentannya imunitas anak stunting sehingga ia menghadapi risiko kematian akibat terjangkit infeksi yang terjadi berulang kali.

3. Pencernaan terganggu

Stunting juga menyebabkan sistem pencernaan seorang anak terganggu. Kondisi ini menggiring sang anak untuk ke pola makan yang tidak sehat. Tak heran, anak-anak stunting di masa hidupnya memiliki risiko obesitas, hipertensi, dan diabetes.

Dengan sederet akibat buruk yang ditimbulkannya, stunting memang kondisi yang harus diperangi bersama-sama. Namun sebelum bisa mencegah stunting, kita perlu memahami apa saja penyebab seorang anak mengalami kondisi stunting.

Penyebab dan pencegahan stunting

Seperti telah disebut di atas, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang menimpa anak di bawah lima tahun, alias balita. Ada beberapa hal yang menyebabkan seorang balita stunting.

1. Anak mengalami kekurangan gizi kronis

Hal ini terjadi untuk jangka panjang sehingga menyebabkan anak mudah terjangkit infeksi, serta kekurangan stimulasi psikososial. Psikososial adalah kondisi yang menggambarkan hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya.

2. Orangtua tidak sadar kebutuhan gizi anak sejak dalam kandungan

Seorang anak mengalami kekurangan gizi bisa jadi karena orangtua tidak menyadari bahwa mereka harus memasok gizi yang memadai ke anaknya sejak anak masih berbentuk janin dalam kandungan ibunya. Dugaan ini merujuk ke hasil Riskesdas yang memotret kondisi konsumsi ibu hamil dan bayinya selama 2016-2017.

Hasil penelitian itu menunjukkan satu dari lima ibu hamil masih kurang gizi. Lalu, tujuh dari ibu hamil mendapatkan asupan dengan kandungan kalori dan protein yang tidak memadai. Nah, anak-anak dari ibu hamil yang kurang gizi jelas terancam stunting. Mengapa? Karena stunting terjadi akibat kekurangan gizi yang dialami sang anak sejak ia dalam kandungan sampai berusia 1.000 hari.

3. Orangtua tidak menyediakan asupan bergizi pada anak

Setelah sang bayi lahir, banyak orangtua di Indonesia juga masih abai dalam menyediakan asupan yang bergizi. Kenyataan ini terungkap dari hasil Riskesdas yang sama. Penelitian itu menunjukkan tujuh dari 10 anak-anak balita mengalami kekurangan kalori, dan lima dari 10 balita kekurangan protein. Hal ini bisa menyebabkan stunting pada bayi.

4. Kesehatan ibu

Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi.

5. Sanitasi tidak bersih

Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang balita.

Sebenarnya mencegah stunting sudah bisa dilakukan sejak masa kehamilan. Kuncinya tentu dengan meningkatkan asupan gizi ibu hamil dengan makanan yang berkualitas baik. Zat besi dan asam folat adalah kombinasi nutrisi penting selama kehamilan yang dapat mencegah stunting pada anak ketika ia dilahirkan nanti.

Langkah mencegah stunting

1. Makan makanan bergizi sejak hamil

Jadi, untuk memastikan anak Anda tak terhambat pertumbuhan otak dan fisiknya, langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah memastikan sang ibu memakan makanan bergizi sejak masa kehamilan. Bagi para ibu, gizi anak yang memadai di saat hamil bisa didapatkan melalui konsumsi beragam sayur dan buah-buahan.

2. Memenuhi gizi anak sejak bayi

Cara lainnya yaitu pemenuhan gizi di awal perkembangan anak pada 1.000 hari pertama. Penuhi kebutuhan gizi anak Anda sejak ia lahir hingga remaja untuk menghindari stunting pada bayi. Saat masih bayi, berikan anak Anda air susu ibu (ASI eksklusif) selama enam bulan dan bisa juga dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun. Selanjutnya, berikan asupan gizi anak melalui makanan pendamping ASI (MPASI). Anda bisa mengikuti panduan MPASI yang dianjurkan WHO untuk anak-anak yang sudah mulai makan. Pemilihan MPASI yang tepat juga dapat meminimalisir risiko stunting pada anak. Menu MPASI sebaiknya disesuaikan dengan usia dan kondisi tubuh bayi.

Melansir laman resmi NHS, menu MPASI yang efektif mencegah stunting yaitu sebutir telur setiap hari. Telur merupakan jenis makanan yang kaya protein dan membantu memenuhi asupan gizi anak.
Kombinasikan protein dengan nutrisi lain seperti buah dan sayuran.

Pola makan dengan gizi yang seimbang ini perlu dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah dalam satu porsi makan diisi oleh sayuran dan buah-buahan, setengahnya lagi diisi oleh sumber protein (hewani atau nabati) dengan proporsi lebih banyak dari sumber karbohidrat.

3. Memenuhi gizi anak saat remaja

Saat usia remaja, jangan lupa sesuaikan asupan gizi anak dan jumlah makanan untuk anak untuk memastikan tubuh dan otak anak dapat bertumbuh secara optimal. Kecukupan gizi anak di usia remaja akan menjadi modal yang sangat penting bagi seorang perempuan kelak saat ia mengandung nanti.

4. Pola Asuh yang Baik

Hal yang tidak kalah penting yaitu faktor perilaku, salah satunya adalah keluarga sebagai tempat pertama tumbuh kembang anak. Orangtua yang baik adalah mereka yang memahami edukasi perkembangan kesehatan anak sejak masa kehamilan. Hal ini mencakup pemenuhan gizi saat hamil, serta memeriksakan kandungan empat kali selama masa kehamilan. Selengkapnya adalah sebagai berikut:

a. Cukupi kebutuhan zat besi. Zat besi menjadi satu dari sekian banyak nutrisi krusial yang dibutuhkan ibu hamil. Mirisnya, kekurangan zat besi adalah hal yang umum terjadi. Diperkirakan, setengah dari semua ibu hamil di seluruh dunia mengalami defisiensi zat besi. Jika sudah begini, besar kemungkinan ibu akan mengalami anemia. Padahal, kurangnya zat besi terutama saat trimester awal dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur dan berat badan bayi lahir rendah. Selain itu, anak yang lahir dari ibu yang mengalami anemia berisiko mengalami stunting. Oleh karena itu, konsumsilah makanan kaya zat besi. Daging merah, unggas, ikan, kacang-kacangan, dan hati ayam merupakan salah satu sumber zat besi terbaik untuk ibu hamil. Selain sumber makanan, ibu juga bisa mengonsumsi suplemen zat besi dengan dosis rendah yakni 30 mg per hari atau sesuai anjuran dokter. Dalam kebanyakan kasus, dosis tersebut berlaku untuk vitamin prenatal. Selanjutnya, ibu membutuhkan setidaknya 27 mg zat besi setiap harinya selama perjalanan kehamilan.

b. Pastikan asam folat terpenuhi. Makanan yang mengandung asam folat turut berperan vital demi kehamilan yang sehat dan pertumbuhan janin sempurna. Menurut US Preventative Task Force, perempuan yang tengah hamil dianjurkan mengonsumsi 400-800 microgram asam folat dalam sehari selama trimester pertama kehamilan. Hal ini cukup beralasan, pada usia kehamilan tersebut organ vital janin sedang berkembang. Konsumsi asal folat dapat mengurangi risiko janin terkena cacat tabung saraf juga gangguan stunting. Di samping suplemen, ibu bisa memenuhi asupan asam folat melalui sumber makanan berikut ini:

  • Daging unggas
  • Sayuran hijau seperti bayam, asparagus, seledri, brokoli, buncis, lobak hijau, selada, kacang panjang, wortel
  • Buah-buahan antara lain alpukat, jeruk, buah bit, pisang, tomat, melon jingga
  • Kuning telur
  • Asparagus
  • Kacang polong
  • Biji-bijian seperti biji bunga matahari atau kuaci, gandum dan produk olahan gandum seperti pasta dan roti

c. Hindari asap rokok. Agar janin dalam kandungan sehat, ibu hamil sebaiknya berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau berat badan kurang saat lahir. Sebisa mungkin, mintalah anggota keluarga yang perokok agar tidak merokok di dalam rumah. Gunakan masker saat sedang berada di luar rumah

d. Lakukan pemeriksaan kandungan empat kali selama masa kehamilan. Tidak melewatkan pemeriksaan kandungan adalah hal yang tak kalah penting dilakukan dalam upaya pencegahan stunting pada anak. Pemeriksaan rutin bermanfaat untuk memastikan nutrisi yang dikonsumsi ibu hamil tercukupi. Konsultasi ke dokter kandungan juga akan mendeteksi adanya komplikasi kehamilan atau gangguan janin.

Pemberian hak anak untuk mendapatkan kekebalan melalui imunisasi juga hal yang tidak boleh dilupakan. Psikologis dan mental sang ibu juga perlu dijaga agar stabil. Maka dari itu, kerja sama ibu dan ayah untuk tetap harmonis pun tak kalah penting dalam tumbuh kembang anak.

5. Konsumsi air bersih

Kebersihkan berkaitan erat dengan kesehatan. Lingkungan yang bersih mampu menjaga kekebalan tubuh anak, sehingga terhindar dari infeksi. Yang tak dapat diabaikan juga ialah gunakan air bersih baik untuk aktivitas sehari-hari seperti mandi dan cuci kakus, sanitasi yang baik, serta mengonsumsi air bersih. Mengonsumsi air yang bersih akan membuat tubuh sehat dan terhindar dari infeksi yang bisa menyebabkan ibu dan anak mengalami stunting. Ciri-ciri air bersih adalah tidak berbau, jernih, terasa tawar, dan tidak mengandung zat kimia.

Contoh hidup sehat ialah sesederhana membiasakan anak untuk cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan. Hal ini sebagai tindakan tidak langsung untuk mencegah anak menderita infeksi yang merupakan salah satu penyebab stunting.

6. Membaca dan Memahami Ilmu Kesehatan

Apapun cara pencegahan yang Anda ketahui tidak akan bisa dilakukan dengan mudah jika orangtua tidak memiliki informasi dan pemahaman yang baik tentang kesehatan, salah satunya tentang stunting. Pemahaman baik tentang stunting akan mampu memberikan orangtua kesadaran arti pemenuhan gizi bagi anak. Di era teknologi saat ini, informasi kesehatan ini bisa kita dapatkan dengan mudah melalui internet ataupun buku. Maka dari itu, kegiatan membaca bisa menjadi cara sederhana bagi orangtua untuk memahami stunting.

Sudah menjadi sebuah keharusan bagi para orangtua untuk berbagi informasi tentang stunting pada lingkungan sekitarnya. Pasalnya, efek jangka panjang dari stunting mampu mengganggu kualitas kecerdasan anak yang berdampak terhadap rendahnya sumber daya manusia Indonesia.

Komentar