Konsekuensi yang Ditanggung Debitur Bila Gagal Bayar Pada Pinjol

Kehadiran industri fintech dalam menawarkan produk keuangan berbasis digital seakan membuka pintu baru bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman. Berbanding terbalik dengan layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan bank atau koperasi, berbagai fintech menawarkan produk pinjaman online terpercaya yang dapat diajukan dengan sangat mudah dan tanpa persyaratan yang rumit.

Bahkan, cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi, seperti, KTP, KK, NPWP, dan slip gaji, siapa saja dapat menjadi pengguna pinjaman online untuk tuntaskan berbagai problema keuangan. Bahkan, sejak awal diajukan hingga dana sampai ke tangan nasabah, fintech hanya memerlukan waktu tidak lebih dari 24 jam. Kelebihan inilah yang membuat produk keuangan begitu cepat meraih popularitas dan semakin gandrung dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai kalangan.

Sayangnya, di balik kemudahan dan kepraktisan yang ditawarkannya, tak sedikit orang yang memanfaatkan produk pinjaman online ini dengan tidak bijak. Jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, pinjaman online memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih ringkas.

Hal ini tentu berisiko membuat debitur pinjaman online untuk terjebak jeratan utang yang terlalu berat hingga tak mampu membayar cicilannya.

Selayaknya banyaknya berita yang tersebar di media, tentu ada berbagai ancaman yang akan mengintai Anda kalau sampai tidak mampu melunasi cicilan pinjaman online. 

Gagal bayar pinjaman pada penyelenggara fintech peer to peer lending atau fintech lending (pinjaman online/pinjol) memiliki sejumlah konsekuensi. Hal ini berlaku, baik pinjaman di pinjol legal maupun ilegal.

Oleh sebab itu, guna menghindari risiko tersebut, sebaiknya calon debitur memperhitungkan matang-matang besaran pinjaman yang akan diajukan dengan kemampuan bayarnya. Selain itu, calon debitur juga harus memahami dengan seksama ketentuan pinjaman dari pinjol, meliputi bunga, denda atau sanksi, masa tagihan, dan sebagainya.

Nah, agar bisa bersikap lebih bijak dan bertanggung jawab, beberapa risiko yang mungkin akan Anda rasakan saat sengaja tidak melunasi pinjaman online berikut sejumlah konsekuensi yang harus ditanggung debitur apabila gagal bayar pada pinjol :

Bunga membengkak

Berbeda dengan bunga perbankan, bunga pinjol memang cenderung lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan kerap kali ditemukan kasus tagihan pinjol yang membengkak berkali-kali lipat dari pinjaman pokoknya.

Terbaru, kasus yang dialami Melati (bukan nama sebenarnya). Guru TK tersebut meminjam dana sebesar Rp2,5 juta lewat pinjol namun harus membayar tagihan pinjaman pokok, bunga, dan denda sebesar Rp40 juta.

Pinjol yang mematok bunga tinggi biasanya adalah pinjol ilegal. Sementara itu, ketentuan mengenai bunga dan denda pinjol legal diatur oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Kode etik AFPI menyatakan bahwa biaya atau bunga pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari. Sementara itu, total seluruh bunga pinjaman termasuk denda keterlambatan adalah 100 persen dari nilai pokok pinjaman.

Sebagai contoh, saat Anda meminjam dana sebesar 3 juta dan menunggaknya dalam kurun waktu tertentu, jumlah dana yang harus dikembalikan adalah 6 juta. Namun, aturan ini hanya berlaku pada fintech dan layanan pinjaman online yang legal dan terdaftar OJK. Jadi, jangan heran jika ada korban pinjaman abal-abal yang harus membayar tagihan melebihi 100 persen dari pokok pinjaman yang diajukannya dahulu.

Kejaran Debt Collector yang Mengganggu Kehidupan Pribadi 

Fintech memiliki prosedur yang ketat namun teratur dalam hal menanggulangi masalah peminjam yang mangkir dari tanggung jawab membayar cicilan. Aturan mengenai prosedur penagihan oleh fintech ini diatur oleh AFPI, atau Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia.

Pada awal proses penagihan, nasabah hanya akan diingatkan melalui pesan singkat, seperti SMS, email, maupun telepon. Namun, jika masih belum dibayar juga, tim collection akan melakukan penagihan ke rumah peminjam ataupun menghubungi nomor kontak orang terdekatnya. Jika terus berlangsung dalam waktu lama, hal ini tentu akan berisiko mengganggu aktivitas sehari-hari Anda dan orang terdekat, serta membuat hidup menjadi tidak tenang.

Intimidasi debt collector

Tak hanya tagihan membengkak, debitur juga harus menerima tagihan lewat cara yang intimidatif oleh para debt collector (penagih utang). Pada kasus Melati misalnya, ia mengaku mendapatkan teror dari para debt collector berupa pesan dan telepon mulai dari kata-kata kasar hingga ancaman pembunuhan.

Biasanya, hal tersebut juga terjadi pada pinjol ilegal. Sedangkan, untuk pinjol legal cara penagihan diatur yakni maksimal 90 hari dari jatuh tempo. AFPI juga tengah menyiapkan sertifikasi untuk seluruh tenaga penagihan, sehingga konsumen yang mendapatkan penagihan secara kasar, bisa mengadukan tindakan tersebut.

Informasi disebarluaskan

Risiko gagal bayar pada pinjol lainnya adalah informasi pribadi yang disebarluaskan. Hal ini terjadi pada pinjol ilegal.

Berkaca dari kasus Melati, debt collector diduga mengakses dan mencuri data ponsel Melati secara ilegal. Tak berhenti di situ, para debt collector tersebut menghubungi sejumlah teman Melati, rekan kerja, hingga wali murid di sekolah tempat dia bekerja.

Bahkan, salah seorang debt collector membuat grup WhatsApp bernama 'Peduli Hutang Melati' yang berisikan wali murid dan teman-temannya. Di grup itu, foto dan KTP Melati disebar, disertai dengan kalimat yang mempermalukan Melati.

Sementara itu, pinjol legal yang terdaftar dan berizin OJK hanya boleh mengakses 'camilan', yaitu camera, mikrofon, dan location.

Blacklist debitur bandel

Debitur pinjol legal juga harus bersiap menerima konsekuensi apabila kerap menunggak cicilan. Pasalnya AFPI tengah mengembangkan data center pinjol yang akan mencakup debitur "bandel" kerap mangkir membayar tagihan. Tujuannya, untuk mengantisipasi kredit macet pada pinjol.

Sudah ada 138 platform yang tergabung ke dalam fintech data center (FDC). Data center tersebut telah mengumpulkan hingga 6 juta data borrower alias debitur.

Fintech data center salah satunya berguna untuk melihat mana saja borrower bermasalah dan terkena blacklist oleh salah satu anggota. Jadi, platform lain yang sudah bergabung dalam FDC tidak akan menyalurkan pinjaman ke borrower tersebut.

Pastikan Cicilan Utang Tidak Lebih dari 30 Persen Penghasilan Bulanan agar Terhindar dari Risiko Gagal Bayar

Sejatinya, satu-satunya cara agar terhindar dari ancaman gagal bayar adalah dengan bersikap bijak serta bertanggung jawab dalam memanfaatkan produk pinjaman apapun, tak hanya pinjaman online. Agar keuangan tidak terlalu terbebani, idealnya jumlah cicilan dari seluruh pinjaman yang dimiliki tidak lebih dari 30% gaji bulanan. Dengan begitu, Anda akan lebih mudah melunasi cicilan pinjaman hingga lunas, tanpa merasa kewalahan untuk memenuhi segala kebutuhan pokok lainnya.


Komentar