Lahan Nganggur 2 Tahun Diambil Negara – Solusi Tepat atau Ancaman Kepemilikan?
Kebijakan pengambilalihan lahan yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun oleh negara menjadi topik yang hangat dan menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Gagasan ini, jika dijalankan dengan bijak dan transparan, dapat menjadi langkah strategis untuk menanggulangi masalah ketimpangan pemanfaatan lahan, memperkuat ketahanan pangan, dan mendukung pemerataan pembangunan. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang pelanggaran hak milik, ketidakadilan hukum, dan potensi penyalahgunaan wewenang.
Lahan Nganggur: Masalah yang Nyata
Di berbagai daerah, terutama di kawasan perkotaan dan pinggiran kota, banyak lahan produktif yang dibiarkan terbengkalai. Entah karena sengketa warisan, kepemilikan yang tidak jelas, atau pemilik yang menjadikannya aset tidur tanpa niat untuk dimanfaatkan. Sementara itu, masyarakat di sekitarnya kekurangan lahan untuk bertani, beternak, atau membangun usaha. Negara tidak bisa terus-menerus membiarkan potensi ekonomi ini terkunci dalam ketidakpastian.
Keadilan Sosial dan Tanggung Jawab Kepemilikan
Tanah adalah sumber daya terbatas. Memilikinya bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab sosial. Ketika seseorang diberi hak atas tanah, ia seharusnya memiliki kewajiban untuk mengelola dan memanfaatkannya secara produktif. Bila dibiarkan kosong tanpa alasan yang kuat, negara memiliki dasar moral untuk meninjau kembali hak tersebut demi kepentingan umum.
Kebijakan ini sejalan dengan semangat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, negara berhak mengatur agar sumber daya tidak dikuasai segelintir pihak, tetapi memberi manfaat luas bagi masyarakat.
Catatan Kritis: Hindari Penyalahgunaan dan Diskriminasi
Namun, penerapan kebijakan ini harus dilakukan secara hati-hati. Negara harus memastikan bahwa setiap lahan yang akan diambil telah melalui proses verifikasi yang ketat, terbuka, dan melibatkan pemilik lahan secara adil. Tidak semua lahan kosong berarti ditelantarkan – bisa jadi pemilik sedang dalam proses perencanaan, atau tertunda karena alasan hukum atau keuangan.
Kekhawatiran masyarakat akan penyalahgunaan kekuasaan juga patut diperhatikan. Bila tidak diawasi dengan baik, kebijakan ini bisa menjadi celah bagi mafia tanah atau pihak tertentu yang ingin menguasai lahan dengan cara memanipulasi data.
Dorong Pemanfaatan, Bukan Sekadar Pengambilalihan
Daripada langsung mengambil alih, negara bisa lebih dulu memberi peringatan, insentif, atau skema pemanfaatan bersama (seperti sewa lahan kepada petani lokal) sebagai solusi awal. Hanya jika upaya tersebut tidak berhasil, dan alasan penelantaran tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka langkah pengambilalihan dapat dilakukan sebagai jalan terakhir.
Dengan demikian, kebijakan pengambilalihan lahan nganggur tidak serta-merta menjadi ancaman, melainkan insentif untuk memperkuat rasa tanggung jawab pemilik lahan terhadap pembangunan nasional.
Komentar
Posting Komentar