Japanese Encephalitis, Penyakit Radang Otak yang Ditularkan Nyamuk


Japanese encephalitis adalah penyakit radang otak akibat virus, yang paling banyak terjadi di kawasan Asia. Virus japanese encephalitis adalah virus golongan flavivirus. Penularan virus tersebut sebenarnya hanya terjadi antara nyamuk Culex (terutama Culex tritaeniorhynchus), babi, dan atau burung sawah/ladang.

Manusia bisa tertular virus japanese encephalitis bila tergigit oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang terinfeksi. Virus JE memerlukan hewan sebagai inang perantara seperti babi, kerbau dan beberapa jenis burung. Nyamuk Culex tersebut berkembang biak di tempat genangan air seperti sawah, kolam dan menggigit terutama pada malam hari.  Biasanya nyamuk ini lebih aktif pada malam hari. Nyamuk golongan Culex ini banyak terdapat di persawahan dan area irigasi. Di Bali, tingginya kejadian japanese encephalitis dikaitkan dengan banyaknya persawahan dan peternakan babi di area tersebut. Kejadian penyakit japanese encephalitis pada manusia biasanya meningkat pada musim penghujan.

Sebagian besar penderita japanese encephaltiis hanya menunjukkan gejala yang ringan atau bahkan tidak bergejala sama sekali. Gejala dapat muncul 5-15 hari setelah gigitan nyamuk yang terinfeksi virus. Gejala awal yang muncul dapat  berupa demam, menggigil, sakit kepala, lemah, mual, dan muntah. Kurang lebih 1 dari 200 penderita infeksi japanese encephalitis menunjukkan gejala yang berat yang berkaitan dengan peradangan pada otak (encephalitis), berupa  demam tinggi mendadak, sakit kepala, kaku pada tengkuk, disorientasi, koma (penurunan kesadaran), kejang, dan kelumpuhan.

Pada anak, JE menyebabkan demam tinggi secara mendadak, sakit kepala, dan muntah-muntah. Apabila sudah parah, anak juga akan mengalami kejang-kejang, lumpuh hingga koma. Penyakit ini juga bisa menyebabkan kerusakan otak. Gejala kejang sering terjadi terutama pada pasien anak-anak. Sementara itu, pada pasien yang sudah dewasa, gejala umumnya berupa demam tinggi, sakit kepala dan peningkatan tekanan dalam rongga kepala atau intrakranial. Gejala sakit kepala dan kaku pada tengkuk terutama terjadi pada pasien dewasa. Keluhan-keluhan tersebut biasanya membaik setelah fase penyakit akut terlampaui, tetapi pada 20-30% pasien, gangguan saraf kognitif dan psikiatri dilaporkan menetap. Komplikasi terberat pada kasus japanese encephalitis adalah meninggal dunia (terjadi pada 20-30% kasus encephalitis).

Kematian yang tinggi dapat terjadi pada anak, khususnya umur kurang dari 10 tahun. Bila bertahan hidup pun, anak sering kali mengalami gejala sisa berupa gangguan saraf. 

Gejala-gejala ini mencakup gangguan sistem motorik, seperti kelumpuhan hingga gerakan abnormal; gangguan perilaku, seperti agresif dan emosi tak terkontrol; gangguan perhatian dan depresi; dan gangguan intelektual atau gangguan fungsi neurologi lain, seperti epilepsi, hilang ingatan dan kebutaan. 

Diagnosis japanese encephalitis didapat dari gejala-gejala yang penderita alami, pemeriksaan fisik yang dokter lakukan, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah dan pemeriksaan cairan sumsum. Tindakan pengambilan cairan tulang sumsum adalah tindakan yang tidak sederhana, harus dilakukan di ruang perawatan, tidak bisa dilakukan di laboratorium klinik biasa.

Bila Anda terserang infeksi, sistem imun tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Tes-tes laboratorium ini berfungsi mendeteksi adanya antibodi (IgM) yang melawan virus japanese encephalitis. IgM dapat dideteksi dalam cairan sumsum 4 hari setelah gejala muncul, dan dapat dtemukan dalam darah 7 hari setelah gejala muncul.

Saat ini tidak ada pengobatan spesifik untuk penyakit japanese encephalitis. Pengobatan yang  diberikan adalah berdasarkan gejala yang diderita pasien (simtomatik), seperti istirahat, pemenuhan kebutuhan cairan harian, pemberian obat pengurang demam, dan pemberian obat pengurang nyeri. Pasien perlu dirawat inap supaya dapat diobservasi dengan ketat, sehingga penanganan yang tepat bisa segera diberikan bila timbul gejala gangguan saraf atau komplikasi lainnya.

Beberapa tindakan pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :

  • Mencegah gigitan nyamuk
  • Lakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk
  • Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk
  • Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
  • Menggunakan obat anti nyamuk
  • Tidak menggantung pakaian di dalam kamar
  • Menggunakan anti nyamuk berupa lotion atau spray yang aman bagi kulit
  • Menggunakan pakaian yang menutupi tubuh bila beraktivitas di luar rumah
  • Menggunakan kelambu saat tidur/ air conditioner
  • Sebisa mungkin menghindari kegiatan di malam hari di area pertanian, ladang, atau persawahan di mana banyak terdapat nyamuk Culex
  • Memberikan imunisasi JE pada anak
  • Memberikan vaksinasi terhadap hewan ternak yang menjadi inang virus JE, seperti babi, kuda dan unggas

Pencegahan utama yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan vaksin japanese encephalitis. Vaksin JE adalah vaksin yang digunakan untuk mencegah penyakit JE pada manusia. Vaksin tersebut telah mendapatkan rekomendasi dari badan kesehatan dunia (WHO). Vaksin ini efektif, aman, dan telah digunakan di lebih dari 12 negara. 

Imunisasi JE aman dan pada umumnya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) sangat jarang terjadi. Efek samping yang terjadi minimal dapat berupa nyeri, bengkak ringan dan kemerahan di lokasi suntikan. Dapat juga berupa demam ringan, muntah, menangis berlebihan, mengantuk, kehilangan nafsu makan dan rewel yang akan menghilang dalam 2-3 hari

Komentar